Sebagaimana yang telah kita maklumi bersama
bahwa komplek Dadaha adalah sarana untuk olah raga dan hiburan bagi
masyarakat Tasikmalaya.
Di saat hari minggu dan liburan komplek penuh
sesak dengan pengunjung yang berolahraga,sekedar jalan-jalan dan juga anak-anak
untuk bermain-main.
Para pejalan kaki berlalu lalang”
pabaliut “ dengan becak,delman,sepeda motor,mobil campur dengan
pedagang kaki lima mulai dari penjual makanan sampai kepada penjual pakaian dan
mainan,sungguh suatu pemandangan yang
terkesan ramai tapi “sareukseuk” di pandang mata.
Sekilas komplek dengan sarana olah raganya seperti
tidak tersentuh oleh tangan tangan pemerintah selaku pengatur,merawat dan
penjaga sarana kepentingan dan pelayanan umum lalu sampai kapankah keadaan ini
belangsung.
Di satu sisi masyarakat sangat membutuhkan
sarana olah raga dan hiburan yang menandai aman,nyaman dan bersih namun disisi
lain pihak-pihak pengelola tidak tampak batang hidungnya,seyogyanya masyarakat
jangan didik dan dilatih keterpaksaan dan kebiasaaan .
Bandingkan penataan lingkungan di Bali yang
keadaannya relative jauh lebih baik dengan kita,bukankah aparat pemerintah
sudah melakukan studi banding ke sana? Lalu mana hasilnya ?
Ada hal lain yang perlu diungkapkan disini
bahwa di dalam ketertiban lingkungan bukan saja pemerintah yang patut
dipersalahkan namun peran masyarakatpun cukup besar khusus nya pedagang kaki
lima.
Nampaknya mereka tidak menyadari bahwa hidup
mereka itu syareaatnya berasal dari komplek
Dadaha atau dengan perkataan lain ,bahwa sumber penghidupan mereka
berasal dari pengunjung dimana para pengunjung tesebut sebetulnyamembutuhkan
lingkungan komplek Dadaha yang
aman,nyaman,bersih dan tertib.
Jadi sudah sewajarnya para pedagang kaki lima
harus mulang tarima kepada komplek Dadaha dengan cara ikut serta
memprihatinkan keinginan yang di butuhkan oleh para pengunjung.
Berdasarkan pengamatan para pihak,biang kerok
dari kesemrautan dan porak poranda nya
komplek Dadaha tidak lepas dari
hiruk-pikuknya rebutan asset.padahal kalau dicermati lebih dalam lagi yang terjadi sebenarnya bukan rebutan asset
melainkan belum terjadinya penyerahan asset secara legowo oleh pihak yang
mengaku paling berhak menguasai asset.
Menurut pendapat kami kalau berbicarah soal
serah menyerahkan asset kelihatannya sangat tergantung dari selera para pihak
terkait digampangkeun bisa di persulit juga biasa.
Berangkat
dari carut marut Komplek Dadaha ini kami mengetik hati bapak-bapak beserta
Dewan Kabupaten agar sudahi kiranya segera menyerahkan Komplek Dadaha tanpa
syarat kepada pihak Pemerintah Kota Tasikmalaya dengan mengesampingkan segala
tektek bengek peraturan yang ada karena
sebagaimanapun juga kami anggap bahwa
sebuah peraturan merupakan hasil dari
suatu kesepakatan.
Jika Bapak Bupati dan Bapa Dewan sudah bisa sepakat untuk menyerahkan pengelolaan komplek
Dadaha dengan legowo apalagi yang harus
di permasalahkan ?
Adapun yang menjadi alasan kami menulis surat
dengan substansi khusus masalah komplek Dadaha kurang lebih sebagai berikut :
1.Komplek Dadaha merupakan sarana
untuk umum dan penggunan hamper sebagian besar adalah masyarakat Kota
Tasikmalaya.
2.Komplek Dadaha merupakan
kebanggaan Kota Tasikmalaya dengan lokasi yang cukup strategis sehingga
keberadaanya patut dilestarikan dan untuk melestarikan ini perlu kejelasan
pengelola.
3.Komplek Dadaha bukanlah asset
yang tepat untuk dijadikan ruislag yang konon dalam suatu kejadian ruislaag
suka ditunggangi dengan kepentingan –kepentingan pribadi.
Demikian surat ini dengan harapan semoga dapat
dikabulkan sebab kami merasa yakin seyakin-yakinnya meskipun kami hanya
segelintir orang namun insya allah akan didukung oleh segenap masyarakat Kota
Tasikmalaya.
Penulis
Adalah Tokoh Tasikmalaya
Peduli
Dadaha
0 komentar:
Posting Komentar